JAKARTA - Permasalahan pengawasan tambang di Kalimantan Timur kembali mencuat ke permukaan, seiring dengan keterbatasan yang dihadapi pemerintah daerah dalam mengontrol aktivitas pertambangan. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kaltim menyampaikan pentingnya penguatan peran daerah dalam hal pengawasan tambang agar pemanfaatan sumber daya alam bisa lebih optimal dan berkelanjutan.
Kepala Dinas ESDM Kaltim, Bambang Arwanto, menyoroti tantangan yang dihadapi daerah sejak kewenangan perizinan dan pengawasan sepenuhnya beralih ke pemerintah pusat. Menurutnya, meskipun regulasi nasional memiliki tujuan baik, namun praktik di lapangan membuktikan bahwa keterlibatan daerah tetap menjadi faktor penting dalam menjaga keberlangsungan pengelolaan tambang.
“Sebagai pemerintah daerah, tentu kami mengikuti kebijakan yang berlaku. Tapi realitanya, kami kesulitan memantau aktivitas tambang karena semua sudah dipegang pusat,” jelas Bambang.
Pengawasan terhadap tambang, terutama yang beroperasi secara ilegal, dinilai belum efektif. Situasi ini menyebabkan banyak potensi sumber daya alam yang tidak terpantau secara optimal. Bahkan, dalam beberapa kasus, kegiatan tambang bisa luput dari tindakan karena keterbatasan pengawasan langsung.
Ia menilai, sistem sentralisasi membuat daerah seperti Kaltim tidak leluasa melakukan tindakan konkret. Sementara, kondisi geografis dan sosial setempat menuntut pendekatan pengawasan yang lebih responsif dan kontekstual. “Kami menilai desentralisasi tetap diperlukan, khususnya untuk pengawasan. Daerah tahu betul kondisi geografis, sosial, dan risiko-risiko di lapangan,” lanjutnya.
Saat ini, Dinas ESDM Kaltim hanya memiliki 35 inspektur tambang untuk mengawasi lebih dari 370 Izin Usaha Pertambangan (IUP) aktif di wilayahnya. Jumlah tersebut jauh dari mencukupi, mengingat cakupan wilayah dan banyaknya perusahaan tambang yang beroperasi di berbagai kabupaten dan kota.
“Jumlah inspektur sangat jauh dari memadai. Tidak sebanding dengan jumlah IUP aktif. Ini menyebabkan banyak aktivitas yang luput dari pengawasan,” ujar Bambang.
Faktor eksternal seperti cuaca ekstrem turut memperumit kondisi pengawasan. Hujan deras yang kerap terjadi di Kaltim sering kali menimbulkan risiko tambahan, seperti banjir dan longsor di sekitar wilayah tambang. Dalam situasi seperti ini, peran pengawasan menjadi sangat krusial untuk menghindari dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan.
Namun, keterbatasan sumber daya manusia tidak menjadi satu-satunya tantangan. Minimnya kewenangan penindakan di tingkat daerah juga menjadi sorotan. Sejak wewenang pengawasan dialihkan ke pemerintah pusat, daerah tidak lagi memiliki otoritas untuk memberikan sanksi atau teguran kepada perusahaan tambang yang melanggar.
“Kami yang tahu kondisi di lapangan, tapi tidak punya kewenangan apa-apa. Ini menjadi dilema, karena masyarakat yang terdampak justru menuntut ke daerah,” tegas Bambang.
Ia menambahkan bahwa masyarakat sering kali menyampaikan keluhan langsung kepada pemerintah daerah ketika ada dampak dari aktivitas tambang. Namun, karena tidak memiliki kuasa penegakan hukum atau sanksi administratif, pemerintah daerah hanya bisa meneruskan aduan tersebut ke pusat. Proses ini dinilai memakan waktu dan kurang efisien dalam memberikan solusi yang cepat.
Menyikapi hal tersebut, Dinas ESDM Kaltim berencana untuk menyampaikan masukan kepada pemerintah pusat terkait kemungkinan pengembalian sebagian kewenangan pengawasan ke daerah. Langkah ini dinilai sebagai solusi konstruktif yang dapat memperkuat kolaborasi antara pusat dan daerah dalam mengelola sektor pertambangan.
“Kami akan pertimbangkan dan terus komunikasikan ke pusat, agar daerah punya ruang untuk menjalankan fungsi pengawasan yang efektif,” imbuhnya.
Menurut Bambang, pengembalian sebagian kewenangan bukan berarti mengurangi peran pemerintah pusat. Sebaliknya, hal ini diharapkan menjadi bentuk sinergi agar pengawasan di lapangan bisa lebih tepat sasaran. Daerah memiliki keunggulan dalam hal pemahaman kondisi lokal dan kedekatan dengan masyarakat yang terdampak langsung oleh aktivitas pertambangan.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa semangat dari usulan ini adalah untuk mendukung tata kelola pertambangan yang lebih bertanggung jawab, transparan, dan berorientasi pada keberlanjutan. “Langkah ini penting untuk memastikan pengelolaan sumber daya mineral di Kaltim berjalan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan,” ujarnya.
Seiring dengan upaya peningkatan kualitas pengawasan, Dinas ESDM Kaltim juga terus mendorong edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha tambang mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan mengikuti standar operasional yang berlaku.
Dengan semakin tingginya kebutuhan terhadap sumber daya mineral, terutama untuk mendukung pembangunan nasional dan transisi energi, maka pengawasan yang kuat menjadi pondasi penting dalam menjaga keseimbangan antara eksploitasi dan pelestarian.
Melalui dialog yang terbuka dengan Kementerian ESDM dan pihak-pihak terkait, diharapkan akan tercipta kebijakan yang mampu mengakomodasi kebutuhan pengawasan di daerah tanpa mengurangi prinsip akuntabilitas dan transparansi nasional.