Bank Tetap Optimis di Tengah Tantangan Kredit

Sabtu, 12 Juli 2025 | 10:09:12 WIB
Bank Tetap Optimis di Tengah Tantangan Kredit

JAKARTA - Kinerja sektor perbankan nasional masih menghadapi tantangan terkait kualitas kredit, seiring dengan meningkatnya rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL). Di tengah kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya stabil, pelaku industri terus berupaya menjaga rasio kredit bermasalah agar tetap dalam batas aman.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa rasio NPL gross perbankan berada di level 2,5%, naik dibandingkan posisi bulan sebelumnya sebesar 2,42%. Kenaikan ini menjadi sinyal penting bagi perbankan untuk lebih berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan.

“Peningkatan NPL perlu dicermati karena hal ini menunjukkan tekanan terhadap kualitas aset perbankan,” ujar Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK.

Menurutnya, peningkatan NPL tersebut tidak terlepas dari dampak berbagai faktor eksternal seperti ketidakpastian ekonomi global, penurunan permintaan domestik, hingga penyesuaian suku bunga acuan yang berdampak pada kemampuan bayar debitur.

Upaya Perbankan Meredam Risiko

Meski begitu, secara umum industri perbankan nasional masih dalam kondisi solid dan resilien. Perbankan disebut telah mengantisipasi risiko-risiko kredit melalui pencadangan yang memadai dan penerapan manajemen risiko yang lebih ketat.

Dian menjelaskan bahwa OJK tetap mendorong perbankan untuk meningkatkan kualitas manajemen risiko, terutama dalam penyaluran kredit ke sektor-sektor ekonomi yang masih rentan. Ia juga menekankan pentingnya kehati-hatian dalam ekspansi kredit, serta perlunya pendekatan selektif dan berbasis analisis menyeluruh terhadap profil risiko debitur.

“Bank harus memastikan bahwa ekspansi kredit tetap berada dalam koridor prinsip kehati-hatian, dengan memperhatikan daya tahan sektor ekonomi yang dibiayai,” tegas Dian.

Sektor Tertentu Perlu Perhatian Lebih

Sejumlah sektor usaha disebut menjadi penyumbang kenaikan NPL, terutama yang masih terdampak pemulihan pascapandemi dan penyesuaian struktural. Di sisi lain, sektor-sektor yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap permintaan global juga menghadapi tekanan yang sama.

Analis dari PT Bank Mandiri Tbk, Ahmad Syarif, menuturkan bahwa sektor properti dan konstruksi menjadi segmen yang perlu diwaspadai.

“Kami melihat adanya perlambatan pertumbuhan kredit di sektor properti, seiring dengan peningkatan biaya konstruksi dan suku bunga kredit yang lebih tinggi. Hal ini berdampak pada cashflow perusahaan dan potensi peningkatan NPL,” kata Syarif.

Namun demikian, ia menambahkan bahwa bank telah menerapkan pendekatan monitoring yang lebih intensif kepada nasabah di sektor tersebut.

Strategi Penguatan Cadangan

Dalam menghadapi potensi peningkatan NPL, bank-bank besar telah memperkuat pencadangan guna memitigasi risiko kerugian. Rasio pencadangan (coverage ratio) menjadi indikator penting untuk menunjukkan kesiapan bank dalam menghadapi kredit bermasalah.

Data dari OJK menunjukkan bahwa coverage ratio perbankan berada di atas 200%, mencerminkan kecukupan provisi yang disiapkan oleh industri untuk menutup potensi kerugian.

"Bank lebih berhati-hati dalam menyusun provisi dan ini menjadi sinyal positif karena menunjukkan komitmen menjaga stabilitas keuangan,” jelas Dian.

Optimisme di Tengah Kewaspadaan

Meski ada tekanan dari sisi kualitas kredit, pelaku industri perbankan tetap optimistis bahwa tantangan ini dapat diatasi. Salah satu kunci penting adalah kolaborasi antara regulator dan industri dalam menjaga stabilitas sektor keuangan secara menyeluruh.

Bank Indonesia (BI) dalam berbagai kesempatan juga menegaskan bahwa likuiditas perbankan tetap terjaga, dan transmisi kebijakan moneter tetap berjalan dengan baik. BI akan terus memantau perkembangan kualitas kredit agar tetap selaras dengan arah pemulihan ekonomi nasional.

Transformasi Digital dan Inklusi Keuangan

Dalam jangka menengah, transformasi digital dan inklusi keuangan juga diyakini mampu memperkuat ketahanan sektor perbankan. Pemanfaatan data analytics, sistem penilaian kredit berbasis AI, serta digital onboarding dinilai dapat membantu bank mengenali risiko lebih awal.

“Teknologi akan mempermudah bank untuk menilai profil debitur secara real time dan membantu pengambilan keputusan kredit yang lebih akurat,” ujar Syarif.

Langkah ini diharapkan bisa mencegah terjadinya lonjakan NPL ke depan, sekaligus membuka akses pembiayaan yang lebih luas bagi sektor produktif dan UMKM.

Dorongan Pemulihan dan Konsolidasi

OJK juga terus mendorong konsolidasi dan penguatan permodalan bank agar lebih siap menghadapi tekanan eksternal maupun perubahan dinamika bisnis. Bank-bank yang memiliki struktur permodalan yang kuat diyakini lebih siap menghadapi risiko NPL dan tetap mampu mencetak pertumbuhan.

Dian menyampaikan bahwa strategi pemulihan ekonomi melalui peningkatan produktivitas sektor riil juga akan membantu memperkuat kemampuan bayar debitur, sehingga rasio kredit bermasalah dapat ditekan dalam jangka menengah.

“OJK terus memantau indikator makro dan sektoral untuk memastikan bahwa sistem perbankan tetap stabil, sehat, dan berperan aktif dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional,” tutup Dian.

Terkini