JAKARTA - Upaya Jakarta untuk tampil sebagai kota kelas dunia bukan lagi wacana belaka. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara aktif mengarusutamakan langkah-langkah strategis demi merealisasikan ambisi menjadikan ibu kota sebagai pusat bisnis global yang diakui, tidak hanya secara regional tapi juga internasional.
Ambisi ini tertuang jelas dalam peta jalan jangka panjang, di mana Jakarta ditargetkan masuk jajaran 50 besar kota global pada tahun 2030, dan selanjutnya naik ke posisi 20 besar dunia pada 2045. Hal ini sejalan dengan mandat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ), yang mengukuhkan peran strategis Jakarta sebagai pusat pertumbuhan nasional dengan orientasi global.
“Adalah ambisi Jakarta untuk bisa mencapai The 50th Global Rank Cities di tahun 2030, dan mencapai 20 besar kota global di tahun 2045. Secara regulasi memang sudah ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 dalam Undang-Undang DKJ,” kata Kepala Bappeda DKI Jakarta, Atika Nur Rahmania, dalam forum Road to Congress of Indonesian Diaspora 8 Akselerasi Jakarta Global City.
Sinergi Diaspora untuk Penguatan Ekonomi dan Bisnis
Salah satu strategi utama dalam merealisasikan target tersebut adalah menjalin sinergi bersama diaspora Indonesia yang tersebar di berbagai belahan dunia. Peran mereka dinilai penting dalam mendorong promosi produk lokal, khususnya dari sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
“Kolaborasi dari aspek bisnis dan ekonomi akan diarahkan untuk pengembangan ekosistem promosi produk UMKM,” jelas Atika.
Selain ekonomi, Atika menyebut peran diaspora dapat diperluas ke sektor infrastruktur melalui riset dan pengembangan sistem transportasi berkelanjutan, serta kerja sama di bidang pariwisata dan city branding.
“Banyak dukungan yang bisa diberikan, menjadi face of Indonesia dan duta wisata di mata dunia,” lanjutnya.
Tak kalah penting, kolaborasi di bidang lingkungan dan pembangunan berkelanjutan juga disorot. Atika menyebutkan pentingnya kerja sama dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), termasuk melalui program energi hijau dan transfer pengetahuan terkait infrastruktur.
Jakarta sebagai Penggerak Bisnis Nasional
Kepala Cities & Local Government (CLG) Institute, Bambang Susantono, mengamini ambisi Jakarta untuk menjadi kota global. Baginya, langkah ini bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan strategis karena posisi Jakarta sebagai pusat ekonomi nasional.
“Kalau pertanyaannya ‘how realistic?’, jawabannya, it depends. Tapi kalau melihat dari posisi Jakarta sebagai prime mover ekonomi di Indonesia, maka transformasi ini adalah keniscayaan,” tegas Bambang.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kualitas Jakarta harus terus ditingkatkan untuk mengimbangi visi besar Indonesia Emas 2045. Untuk itu, menurut Bambang, Jakarta harus menjalankan dua lintasan transformasi secara paralel.
Menjadi Kota Layak Huni dan Terhubung Global
Lintasan pertama adalah menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang masih menjadi pekerjaan rumah Jakarta, seperti kemacetan, banjir, polusi, dan kawasan kumuh. Langkah ini penting untuk memastikan Jakarta menjadi kota yang layak huni (liveable city).
“Track pertama, adalah memenuhi semua kebutuhan dasar dan PR yang sekarang harus ditangani: macet, banjir, polusi, kawasan kumuh. Itu adalah pemenuhan kebutuhan dasar untuk suatu kota yang layak huni dulu,” kata Bambang.
Lintasan kedua, Jakarta harus memiliki fitur yang memungkinkan kota ini terhubung dengan pusat-pusat ekonomi, budaya, dan inovasi global.
“Jakarta harus 'melompat'. Mungkin bukan karena Jakarta tidak berbenah, tapi kota-kota lain di dunia bergerak lebih cepat untuk menjadi kota global,” ungkapnya.
Infrastruktur, Teknologi, dan SDM Jadi Kunci
Untuk mengejar ketertinggalan dan mempercepat transformasi, Bambang menyebut perlunya pemanfaatan teknologi serta penguatan kualitas sumber daya manusia.
Ia menekankan pentingnya memenuhi tiga indikator utama pelayanan publik, yang ia sebut sebagai “3A”: available (tersedia), accessible (mudah diakses), dan affordable (terjangkau).
“Ada nggak layanannya itu disediakan oleh kota ini untuk warganya? Kalau sudah ada layanannya, apakah cukup accessible? Yang terakhir adalah affordability. Ini harus dipenuhi jika ingin menjadikan Jakarta kota layak huni,” ujarnya.
Diplomasi Digital dan People-to-People Connectivity
Bambang juga menekankan bahwa salah satu faktor penting dalam menjadikan Jakarta kota global adalah konektivitas digital. Dalam konteks ini, peran diaspora sangat vital dalam membangun people-to-people connectivity antarnegara.
“Teman-teman diaspora punya komunitas di luar negeri yang sifatnya global. Itu bisa menjadi aset penting untuk membangun brand Jakarta sebagai global city,” tutup Bambang.