Hidup Sehat Tanpa Gadget di Sekolah

Jumat, 11 Juli 2025 | 11:18:49 WIB
Hidup Sehat Tanpa Gadget di Sekolah

JAKARTA - Pendidikan berbasis karakter dan keseimbangan hidup kini mulai diperkenalkan melalui uji coba Program Sekolah Rakyat di Jakarta dan Bekasi. Salah satu titik pelaksanaannya adalah di Sentra Handayani, Cipayung, Jakarta Timur. Di tempat inilah gagasan tentang pendidikan yang lebih manusiawi tanpa ketergantungan pada gadget dan lebih menekankan pada nilai kehidupan mulai diwujudkan.

Sebanyak 75 siswa telah mengikuti simulasi pendidikan Sekolah Rakyat di Sentra Handayani. Mereka menjalani program pendidikan yang berbeda dari sekolah konvensional, di mana aspek kesehatan, kedisiplinan, serta pembentukan karakter menjadi titik utama.

Menurut Kepala Sekolah Rakyat Sentra Handayani, Regut Sutrasto, pihak sekolah berusaha menanamkan kebiasaan hidup sehat melalui rutinitas yang terstruktur, termasuk dalam hal pola tidur.

“Bagaimana mengubah pola anak yang biasanya jam 10 (malam) belum tidur, jam 11 (malam) belum tidur. Kita ajarkan jam 9 (malam) sudah tidur, anak-anak sudah harus istirahat,” ujar Regut.

Kebiasaan tidur lebih awal ini bukan tanpa tujuan. Anak-anak diharapkan bangun pagi dan memulai hari dengan salat subuh berjamaah di musala sekolah. Dari aktivitas ini, siswa belajar disiplin, spiritualitas, sekaligus pentingnya memulai hari dengan energi positif.

Selain penekanan pada pola tidur, hal menarik lainnya dari uji coba ini adalah larangan membawa gadget. Para siswa dilarang total membawa ponsel selama menjalani program di Sekolah Rakyat, termasuk saat akhir pekan.

“Enggak boleh (bawa ponsel). Sabtu-Minggu juga tidak boleh,” kata Regut.

Sebagai pengganti alat komunikasi pribadi, sekolah menyediakan peran wali asuh. Melalui wali inilah komunikasi antara siswa dan orang tua dilakukan. Setiap wali asuh bertanggung jawab atas sepuluh siswa, serta turut membimbing kegiatan keagamaan mereka sehari-hari.

Langkah ini diambil untuk memutus ketergantungan siswa terhadap perangkat digital, sekaligus membuka ruang bagi tumbuhnya interaksi sosial yang lebih nyata.

Meski tanpa gadget, para siswa menunjukkan antusiasme tinggi. Seluruh aktivitas dalam simulasi ini berhasil membangkitkan semangat belajar mereka. Regut menuturkan, para guru justru semakin termotivasi melihat respons positif dari anak-anak.

“(Murid-murid) Pada senang, alhamdulilah. Dan itu jadi amunisi kita ya, para guru untuk terus semangat membimbing mereka,” ungkap Regut penuh optimisme.

Dalam pelaksanaan simulasi, para siswa didampingi oleh 12 pengajar yang terdiri atas enam guru laki-laki dan enam guru perempuan. Keberagaman tenaga pengajar ini memberikan keseimbangan dalam pendekatan pengajaran dan pendampingan siswa.

Simulasi hari kedua dimulai sejak pagi hari dengan salat subuh berjamaah. Kegiatan berlanjut dengan senam pagi dan sarapan bersama. Setelah itu, siswa diberi waktu untuk mandi dan bersiap mengikuti kegiatan utama hari itu: pengenalan lingkungan sekolah.

Dalam kegiatan ini, siswa dibagi dalam tiga kelompok, masing-masing dipandu dua guru. Mereka diajak berkeliling untuk mengenali berbagai sarana dan fasilitas yang tersedia di Sekolah Rakyat. Tidak hanya mengenal secara fisik, tetapi juga memahami fungsi dan nilai dari setiap fasilitas yang ada.

Setelah sesi pengenalan lingkungan, kegiatan dilanjutkan dengan makan siang bersama. Momen ini dimanfaatkan untuk membangun kebersamaan dan rasa kekeluargaan antar siswa. Usai makan, anak-anak mulai bersiap untuk pulang. Mereka membereskan perlengkapan dan kembali ke rumah, di mana orang tua telah menunggu dengan penuh harap.

Bagi siswa seperti Muhammad Haris, simulasi ini meninggalkan kesan mendalam. Ia merasakan langsung pengalaman berbeda dari sekolah biasa.

“Senang banget. Enggak sabar mau sekolah di sini. Soalnya di sini enak, enggak stres karena banyak belajar sambil bermain,” tuturnya dengan penuh semangat.

Pernyataan Haris menggambarkan bagaimana program Sekolah Rakyat telah berhasil menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, tanpa tekanan, dan jauh dari distraksi digital.

Program ini membuka cakrawala baru dalam dunia pendidikan. Pendekatannya yang menyentuh aspek psikologis dan spiritual siswa menjadi fondasi kuat bagi tumbuh kembang anak. Melalui pengaturan pola tidur yang sehat, larangan membawa gadget, serta interaksi sosial yang hangat, Sekolah Rakyat menawarkan alternatif pendidikan yang lebih manusiawi.

Simulasi ini menunjukkan bahwa pembelajaran tanpa perangkat digital tetap bisa menyenangkan dan efektif. Bahkan lebih dari itu, mampu menghadirkan ruang pendidikan yang mendekatkan siswa dengan nilai kehidupan dan rasa kebersamaan.

Langkah awal ini tentu belum sempurna, namun menjadi sinyal kuat bahwa pendidikan yang berpihak pada anak-anak, jauh dari tekanan akademis semata, sangat mungkin diwujudkan. Jika sukses diperluas, model seperti ini bisa menjadi inspirasi bagi banyak sekolah lain di seluruh Indonesia.

Terkini