JAKARTA - Transformasi layanan publik kini tak lagi hanya berbicara soal kecepatan dan kemudahan akses, tetapi juga bagaimana membangun hubungan yang lebih akrab dengan generasi muda. Dalam konteks itu, kehadiran BNI Banking Cafe di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menjadi langkah yang diapresiasi tinggi oleh Wali Kota Malang Wahyu Hidayat.
Menurut Wahyu, layanan publik di era digital harus menyesuaikan diri dengan karakteristik generasi Z yang hidup dalam ekosistem teknologi serba instan. “Bank tidak lagi bisa hanya hadir sebagai tempat menyimpan uang,” katanya. “Ia harus menjadi bagian dari ekosistem hidup mahasiswa, yakni tempat belajar, berdiskusi, bahkan melahirkan gagasan bisnis.”
Saat meresmikan gedung BNI Banking Cafe, Wahyu tak melihatnya sekadar seremoni biasa. Baginya, tempat ini adalah simbol dari transformasi yang lebih besar dalam cara lembaga keuangan hadir di tengah masyarakat, khususnya kalangan muda.
Berada di Jalan Raya Tlogomas, gedung BNI Banking Cafe memang tampil beda dari kantor bank konvensional. Interiornya didesain menyerupai ruang komunal mahasiswa: ada sofa panjang, koneksi internet cepat, meja belajar, hingga ruang santai. Semua elemen tersebut berpadu dengan fungsi perbankan seperti membuka rekening, menabung, atau berkonsultasi keuangan.
Wahyu menilai pendekatan seperti ini adalah bentuk pendidikan finansial yang dibalut dalam pengalaman sehari-hari. Ini penting, sebab generasi muda bukan hanya butuh informasi, tetapi juga pengalaman nyata dalam membentuk kebiasaan keuangan yang sehat dan produktif.
Sebagai kepala daerah dari kota yang menyandang predikat “Kota Pendidikan”, Wahyu sangat memahami bagaimana pola pikir generasi muda berubah cepat. “Kota Malang harus jadi pionir dalam inovasi pelayanan publik. Dan itu tidak bisa lagi dilakukan dengan cara-cara lama. Harus ada terobosan yang segar dan relevan,” katanya.
Namun, ia menekankan bahwa inovasi harus berorientasi pada nilai dan manfaat publik yang nyata, bukan semata-mata soal tampilan atau gaya. “Banking cafe tidak boleh berhenti sebagai tempat nongkrong. Harus ada misi edukatif yang kuat, agar mahasiswa tak hanya menjadi konsumen, tapi juga pelaku ekonomi yang cerdas,” tegasnya.
Baginya, membangun kepercayaan publik tidak cukup dengan menyediakan fasilitas yang menarik secara visual. Harus ada substansi yang mampu menggerakkan kesadaran dan partisipasi masyarakat. Inilah yang disebutnya sebagai transformasi layanan publik yang bermakna.
Pemerintah Kota Malang, tambah Wahyu, siap mendukung inisiatif serupa dari berbagai sektor. Tapi ia memberikan catatan penting: “Kalau hanya bagus di tampilan tapi tidak mendekatkan masyarakat pada literasi dan inklusi keuangan, maka ini hanya akan jadi ruang kosong dengan AC dingin,” ujarnya dengan nada serius.
Di tengah tantangan zaman, Wahyu melihat potensi besar untuk mengubah wajah pelayanan publik lewat pendekatan-pendekatan kreatif. Apalagi generasi muda saat ini tumbuh dengan ekspektasi tinggi terhadap kenyamanan, kecepatan, dan nilai tambah dari setiap layanan yang mereka gunakan.
Konsep BNI Banking Cafe, menurut Wahyu, bisa menjadi model untuk pengembangan berbagai layanan publik lainnya. Tidak terbatas pada sektor keuangan, tapi juga pendidikan, kesehatan, bahkan pemerintahan. “Ini bukan soal bangunan baru. Ini soal cara baru membangun kepercayaan publik melalui pengalaman yang konkret dan bermakna,” ujarnya menutup sambutan.
BNI Banking Cafe sendiri menjadi contoh bagaimana institusi keuangan bisa menjangkau generasi muda bukan dengan cara menggurui, tapi menemani. Menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari tanpa kehilangan fungsi utamanya sebagai institusi keuangan.
Dalam dunia yang terus bergerak cepat, perubahan seperti ini bukan lagi pilihan, tapi keharusan. Dan Kota Malang, lewat kolaborasi seperti ini, mencoba mengambil langkah lebih dulu. Dengan menjadikan kampus sebagai pusat inovasi, dan mahasiswa sebagai mitra strategis dalam membentuk ekosistem layanan publik masa depan.
Wahyu berharap apa yang dilakukan BNI bisa menjadi awal dari gerakan yang lebih luas. Yakni gerakan membangun pelayanan publik yang inklusif, adaptif, dan berpihak pada kebutuhan nyata masyarakat.
Transformasi seperti ini, ujarnya, adalah investasi jangka panjang dalam membentuk warga kota yang lebih sadar akan peran dan tanggung jawabnya—baik sebagai pengguna layanan maupun sebagai bagian dari komunitas yang ingin tumbuh bersama.
Melalui konsep yang kreatif namun tetap membumi, BNI Banking Cafe berhasil menunjukkan bahwa dunia perbankan bisa tampil lebih humanis. Bukan hanya menghitung angka, tapi juga memberi makna dalam setiap interaksi.