Xiaomi Unggul di EV Saat Raksasa Teknologi Lain Gagal

Senin, 07 Juli 2025 | 13:44:07 WIB
Xiaomi Unggul di EV Saat Raksasa Teknologi Lain Gagal

JAKARTA – Keputusan Xiaomi untuk masuk ke pasar mobil listrik (electric vehicle/EV) bukan sekadar ekspansi bisnis biasa. Ini adalah langkah berani yang diambil di tengah keraguan terhadap kemampuan perusahaan teknologi dalam bersaing dengan pabrikan otomotif mapan. Namun, hasilnya berbicara. Saat Apple mundur dari ambisinya setelah menghabiskan dana lebih dari US$10 miliar dan waktu lebih dari satu dekade, Xiaomi justru mencetak sejarah dengan SUV listrik keduanya yang langsung mencatat 289.000 pemesanan hanya dalam satu jam sejak peluncuran.

“Kami telah memberikan perhatian khusus kepada para pengguna Apple,” kata Lei Jun, pendiri dan chairman Xiaomi Corp, dalam peluncuran di Beijing akhir Juni lalu. Menurut Lei, iPhone akan bisa tersambung mulus ke sistem kendaraan Xiaomi.

Pendekatan Xiaomi yang menggabungkan desain ala Tesla dan Porsche, harga kompetitif, serta ekosistem produk yang sudah tertanam kuat di kalangan Gen Z China, menjadi kunci keunggulan mereka. Dengan begitu, perusahaan yang awalnya dikenal lewat smartphone dan produk elektronik rumah tangga ini menjelma menjadi pemain serius dalam dunia otomotif.

Ekosistem dan Dukungan Domestik: Keuntungan Struktural Xiaomi

Tak hanya inovatif dari sisi produk, keberhasilan Xiaomi juga ditopang oleh ekosistem mobil listrik yang sudah matang di China dari subsidi pemerintah, infrastruktur pengisian daya yang luas, hingga rantai pasokan yang mapan. Keunggulan struktural ini tidak dimiliki Apple, yang proyek mobilnya berhenti tanpa hasil nyata.

“Karakter Lei dan kekuatan brand Xiaomi memberikan dampak besar, terutama untuk konsumen muda,” jelas Yale Zhang, Managing Director Automotive Foresight.

Mereka yang telah terbiasa dengan perangkat Xiaomi, dari ponsel hingga rice cooker, cenderung menjatuhkan pilihan pada kendaraan dengan merek sama. Sentimen ini diperkuat oleh kepercayaan konsumen, termasuk generasi tua yang membeli SU7 untuk anak-anak mereka.

Belajar dari Industri dan Merekrut yang Terbaik

Kesuksesan Xiaomi tak lepas dari strategi cerdas dalam membangun kapabilitas di sektor otomotif. Lei Jun dan timnya mendatangi langsung pabrikan besar seperti Geely dan Great Wall Motor, berbicara dengan lebih dari 200 pakar dalam 80 pertemuan berbeda.

Melalui pendekatan ini, Xiaomi berhasil merekrut talenta terbaik, seperti Hu Zhengnan, mantan direktur institut riset Geely. Selain Hu, banyak eksekutif dari BAIC, BMW, SAIC-GM-Wuling, hingga pemasok seperti Magna Steyr juga ikut bergabung.

“Perekrutan Xiaomi terhadap staf Geely begitu intens,” ungkap sejumlah sumber yang mengetahui proses tersebut.

Ketahanan Rantai Pasokan: Pelajaran dari Smartphone

Xiaomi memilih pendekatan berbeda dari banyak kompetitornya dengan membangun sendiri pabrik mobil senilai 10 miliar yuan. Langkah ini menjadi strategi penting untuk mengontrol rantai pasokan secara mandiri, menghindari ketergantungan seperti yang dulu mereka alami saat membuat smartphone.

Dulu, ketegangan dengan Samsung membuat Lei Jun harus terbang ke Shenzhen dan bahkan ke Korea Selatan demi memperbaiki hubungan bisnis. Kini, Xiaomi tak mau mengulang kesalahan serupa.

Melalui dana investasi Shunwei dan jaringan mitra lainnya, Xiaomi menanamkan lebih dari US$1,6 miliar ke lebih dari 100 perusahaan pemasok EV. Komponen seperti lidar dari Hesai dan konverter dari Zhejiang EV-Tech pun sudah digunakan dalam mobil Xiaomi.

Tuduhan Meniru dan Tantangan Keselamatan

Meski sukses di awal, Xiaomi tidak lepas dari kritik. SUV mereka, SU7, dijuluki “Porsche Mi” karena kemiripannya dengan desain Porsche. Yu Jingmin, VP SAIC, bahkan menyebut pendekatan Xiaomi sebagai “tidak tahu malu.”

Tim desain Xiaomi membantah tudingan ini dan menyatakan bahwa desain mereka mengikuti prinsip aerodinamis dan efisiensi performa, bukan penjiplakan.

Tantangan lainnya datang dari kecelakaan fatal yang melibatkan SU7 pada Maret lalu. Kendaraan mengaktifkan sistem bantuan mengemudi sebelum kecelakaan terjadi. Otoritas kemudian membatasi promosi teknologi tersebut, dan Lei Jun sempat absen dari media sosial selama lebih dari sebulan.

Namun, dampak negatif terhadap citra produk tidak berlangsung lama. SU7 tetap jadi salah satu model terlaris, dan hampir 50% pembeli membelinya tanpa membandingkan dengan merek lain.

Kinerja Keuangan dan Strategi Jangka Panjang

Di sisi finansial, kinerja Xiaomi juga menunjukkan prospek cerah. Pendapatan kuartal pertama 2025 memecahkan rekor, didorong oleh penjualan smartphone dan EV. Lei Jun menyebut divisi mobil akan mulai mencetak keuntungan pada paruh kedua tahun ini.

Dengan harga SU7 yang dimulai dari 215.900 yuan dan SUV barunya 253.500 yuan, Xiaomi menyasar segmen menengah ke atas. Namun, ketidakhadiran mereka di segmen bawah membuat perusahaan masih jauh dibanding BYD, yang menjual lebih dari 4 juta EV dan hibrida tahun lalu.

Menurut Paul Gong dari UBS, “Perusahaan teknologi dengan pengalaman produk fisik lebih berpeluang sukses daripada yang hanya punya layanan digital.” Xiaomi terbukti sesuai dengan pola itu.

Menuju Ekspansi Global

Target pengiriman 350.000 unit pada 2025 menjadi pijakan ambisi Xiaomi untuk memasuki pasar global. Meski dihadang tarif tinggi dari AS, Uni Eropa, dan Turki, mereka tengah menjajaki pasar seperti Jerman, Spanyol, dan Prancis untuk ekspansi awal.

Xiaomi juga berencana membangun pusat R&D di Munich sebagai bagian dari strategi masuk ke pasar Eropa mulai 2027. Lei Jun mengakui, “Xiaomi adalah pendatang baru di industri otomotif.” Tapi, katanya, teknologi, inovasi, dan pengaruh global EV China membuka peluang bagi pemain baru.

Terkini