JAKARTA – Layanan manajemen kas kini menjadi salah satu sumber pertumbuhan utama bagi sektor perbankan, terbukti dari lonjakan signifikan transaksi dan kontribusinya terhadap pendapatan non bunga dan dana pihak ketiga (DPK) sepanjang paruh pertama 2025. Bank-bank besar di Tanah Air berlomba memaksimalkan digitalisasi dan ekosistem layanan untuk memperkuat lini bisnis ini.
PT Bank Pan Indonesia Tbk (Panin), misalnya, mencatat volume transaksi manajemen kas sebanyak 1,91 juta transaksi senilai Rp 96,2 triliun. Capaian itu naik dari posisi 1,79 juta transaksi di tahun sebelumnya.
“Pertumbuhan transaksi terjadi di samping karena jumlah nasabah yang terus bertambah juga karena bank terus mendorong nasabah yang ada untuk lebih aktif menggunakan fasilitas cash management,” ujar Presiden Direktur Bank Panin, Herwidayatmo.
Nasabah Panin yang memanfaatkan layanan ini mencapai 41.000 entitas, mencakup berbagai segmen mulai dari ritel, usaha kecil dan menengah (UKM), hingga korporasi. Dengan pendekatan inklusif dan edukatif, Panin mampu mendorong pemanfaatan layanan kas di berbagai lini bisnis.
Peningkatan tersebut pun menjadi pendorong target ambisius yang ditetapkan manajemen. Herwidayatmo menyebut bahwa pihaknya membidik 4 juta transaksi hingga akhir tahun ini. Ia optimistis target tersebut tercapai, mengingat realisasi semester I telah mencapai hampir setengah dari total target tahunan.
“Melihat pencapaian hingga Juni 2025 sudah mendekati 50% dari target, kami optimis target tersebut akan dapat terpenuhi dan diharapkan akan meningkatkan nilai transaksi sebesar 10% hingga 15% hingga akhir tahun 2025,” tegas Herwidayatmo.
Fenomena serupa juga dialami PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Bank swasta terbesar di Indonesia ini mencatat pertumbuhan pengguna layanan manajemen kas sebesar 20% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada semester I-2025.
Meski tidak mengungkap angka rinci, EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menuturkan bahwa pertumbuhan volume dan nilai transaksi turut mengalami tren positif sejalan dengan peningkatan jumlah pengguna.
Strategi BCA dalam mendorong pertumbuhan bisnis ini bertumpu pada pengembangan ekosistem digital berbasis open banking API. BCA juga mengembangkan fitur multi payroll yang menyasar sektor-sektor yang memerlukan pengelolaan kas secara terintegrasi dan fleksibel.
“Pertumbuhannya terdorong oleh sejumlah strategi, yakni membangun ekosistem digital melalui open banking API berbasis SNAP dan multi payroll,” terang Hera.
Tak hanya itu, BCA juga aktif mendalami dan memperluas komunitas bisnis. Mereka berupaya menghadirkan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik nasabah, sembari memperkuat sumber daya manusia dan meningkatkan keterikatan pelanggan.
Bisnis manajemen kas ini juga memberikan dampak signifikan terhadap pendapatan non bunga bank. Hera menjelaskan, pada kuartal I 2025, pendapatan non bunga BCA tumbuh 8,1% YoY menjadi Rp 6,8 triliun, didorong oleh peningkatan fee dan komisi sebesar 8,3% YoY.
“Kemudahan dan fleksibilitas transaksi yang ditawarkan oleh cash management BCA turut pula berkontribusi dalam menjaga arus kas dalam ekosistem BCA, sehingga menopang pertumbuhan dana pihak ketiga, khususnya CASA,” tambah Hera.
Di sisi lain, PT Bank DBS Indonesia juga melaporkan kinerja impresif pada lini manajemen kas. Hingga Mei 2025, bank ini mencatat kenaikan transaksi manajemen kas sebesar 30%. Pertumbuhan itu didorong oleh beberapa sektor andalan seperti logam, pertambangan, otomotif, pangan, dan pertanian.
“Hal ini didorong oleh sektor metal, pertambangan, otomotif, pangan dan pertanian,” ujar Dandy Pandi, Head of Global Transaction Services Bank DBS Indonesia.
Untuk meningkatkan efisiensi dan integrasi layanan, DBS mengandalkan sistem berbasis API yang memungkinkan transaksi dilakukan secara real time dan terhubung langsung dengan sistem internal (host to host). Inovasi ini dinilai mampu mempercepat pemrosesan dan pengelolaan dana dalam skala besar.
Ke depan, DBS Indonesia meyakini bahwa bisnis ini akan tetap berada dalam tren pertumbuhan yang positif. Keyakinan itu ditopang oleh digitalisasi sistem perbankan dan kebutuhan pelaku industri terhadap layanan transaksi yang cepat dan aman.
Secara umum, pertumbuhan bisnis manajemen kas di industri perbankan memperlihatkan potensi besar untuk mendorong pendapatan non bunga. Dengan struktur fee-based income yang semakin kuat, perbankan memiliki alternatif pendapatan yang tidak bergantung pada suku bunga.
Tren digitalisasi dan kebutuhan akan efisiensi juga menjadi dua faktor kunci dalam pengembangan bisnis ini. Inovasi API, fitur multi payroll, hingga ekosistem layanan berbasis komunitas menjadi fondasi untuk menciptakan loyalitas nasabah jangka panjang.
Sebagai bagian dari transformasi digital perbankan, manajemen kas tidak lagi menjadi sekadar layanan pelengkap. Kini, ia berkembang menjadi strategi utama dalam mengelola dana pihak ketiga dan menjaga stabilitas likuiditas jangka pendek.
Dengan arah kebijakan dan pengembangan teknologi yang semakin proaktif, layanan manajemen kas berpeluang menjadi sumber pertumbuhan berkelanjutan, baik dari sisi volume transaksi maupun kontribusi terhadap pendapatan operasional.